Kembali melanjutkan post terdahulu mengenai pencarian program Doktoral. Kira-kira April 2008, setelah saya merampungkan hampir semua kuliah wajib dalam program master (termasuk Teori Kuantum yang menjadi momok bagi saya), saya mulai mencari-cari program PhD. Sudah wajar rupanya di Eropa, mahasiswa S2 yang hampir merampungkan programnya sudah bisa mulai mencari program PhD. Sudah jamak di sini, seseorang diterima untuk melanjutkan PhD sebelum mereka resmi lulus S2 (i.e. diuji dan dinyatakan lulus lalu memperoleh ijasah). Teman-teman seangkatan saya banyak yang sudah diterima PhD bahkan setengah tahun sebelum mereka lulus. Ada beberapa teman yang bahkan mengatakan bahwa pencarian saya sudah agak-agak terlambat.

Namun demikian, saya melihat bahwa pada periode itu Maarten saja masih menawarkan program PhD dan Observatorium Paris baru saja membuka lowongan untuk program PhD. Semenjak saya menginjakkan kaki di Paris saya berniat untuk tinggal di situ dan belajar. Melalui situs mereka saya mengikuti proses pendaftaran: kapan dibuka, proyek apa saja yang ditawarkan, dan siapa-siapa yang bekerja di situ. Saya mempelajari bahwa semua institusi astronomi di daerah Île-de-France (Paris dan sekitarnya, semacam Jabotabek) memusatkan pendaftarannya lewat Observatorium Paris, di bawah bendera L’École Doctorale “Astronomie et Astrophysique d’Île-de-France” (Sekolah Doktor Astronomi dan Astrofisika Île-de-France), jadi institusi semacam Institute d’Astrophysique de Paris (IAP) juga memasukkan lowongan PhD mereka via situs Observatorium Paris.

Saya melihat tabel lowongan PhD yang ada di situs Observatorium Paris lalu memilih beberapa lowongan yang kira-kira cocok dengan latar belakang dan minat penelitian saya. Berbeda dengan Maarten yang hanya meminta CV, Observatorium Paris meminta banyak dokumen sebagaimana sebuah institusi ilmiah yang membuka lowongan pekerjaan: CV, surat motivasi, kopi thesis, dan surat rekomendasi dari dua orang. Saya mintakan rekomendasi pada waktu itu dari Anthony dan Yuri yang pernah bekerja dengan saya pada penelitian kecil, dan juga dari Koen Kuijken yang pada waktu itu masih menjadi penasihat penelitian besar. Saya tulis surat motivasi sejitu dan sependek yang saya bisa (di Eropa, orang pada umumnya tidak mau membaca surat lamaran yang panjang-panjang. Kalau bisa CV satu lembar saja dan surat motivasi juga satu lembar), dan saya sertakan CV terbaru. Lantas saya tulis surat pengantar berbahasa Perancis yang lalu saya mintakan tolong untuk diperiksakan oleh paling tidak 3 orang teman Perancis. Saya kirim semuanya dengan pos. Ada empat posisi yang saya daftar, empat kopi berkas pendaftaran saya kirim.

Satu per satu jawaban berdatangan dan hampir semua jawabannya tidak memuaskan. Yang pertama berkata, “kami sudah punya banyak kandidat, salah satunya terutama mengerjakan proyek yang sama sebagai bagian dari thesis masternya, namun kami tak yakin bisa mencarikan dia dana.” Kata Yuri atas jawaban orang ini, “saya kenal orang ini, kami pernah bekerja bersama-sama mengerjakan data yang diambil Reinhard Genzel. Kalau dia punya lowongan, kemungkinan Genzel juga punya. Coba kamu lihat website Genzel jangan-jangan ada lowongan juga.” Profesor lain berkata, “Metodologi dalam proyek ini sangat berbeda dengan apa yang sudah kamu alami. Kami akan mengerjakan simulasi interaksi galaksi-galaksi dengan kode numerik yang canggih.” Atas jawaban ini, Koen berkomentar, “Loh justru itu gunanya PhD kan buat belajar toch?” Saya pikir orang ini hanya basa-basi saja menjawab pendaftaran saya jadi saya hilangkan harapan untuk bisa diterima bekerja dengannya. Profesor ketiga kemudian menjawab balik, seraya meminta maaf atas jawabannya yang lama (saya duga dia baru pulang liburan). Profesor ketiga ini, proyeknya sangat menarik dan cocok sekali dengan apa yang sudah saya kerjakan selama ini. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila kami nyambung. Kami berkomunikasi beberapa kali, berdiskusi, dan pada akhirnya dia berkata: Pada prinsipnya subjek itu buat kamu. Kalau kamu tertarik, it’s yours. Lalu ada telepon dari Paris, ternyata dari panitia penerimaan mahasiswa baru program doktoral. Mereka bilang bahwa mereka tidak yakin bisa dapat sponsor untuk membiayai penelitian saya, oleh karena itu mereka meminta saya untuk mempertimbangkan kembali pendaftaran, lalu hubungi mereka kembali.

Saya agak bimbang dengan pembicaraan ini. Rupanya inilah perbedaan Belanda dengan Perancis: di Belanda siapapun yang menawarkan lowongan PhD harus menjamin ada dana paling tidak empat tahun. Lain halnya kalau kita mengajukan proposal penelitian PhD maka kita yang harus mencari sendiri dananya. Rupanya di Perancis tidak begitu. Lowongan PhD tidak selalu datang dengan uangnya. Saya lalu menjawab, “Saya mau maju terus meskipun tidak ada kepastian dana.” Mereka lalu mengundang saya untuk wawancara di Paris dan—sebagaimana Maarten—meminta transparansi untuk dipresentasikan. Saya berikan barang yang sama.

Kebetulan pada saat yang sama teman saya di Paris akan di menikah dan meminta saya untuk memotret pernikahan mereka. Saya tiba di Paris seminggu lebih awal dari perjanjian wawancara dan memotret pernikahan teman, lalu saya menyiapkan presentasi di tempat mereka. Saya siapkan pengantar dan penutup berbahasa Perancis walaupun saya akan presentasi dalam Bahasa Inggris. Pada hari yang dijanjikan, saya pergi ke IAP di Boulevard Arago. Di situ saya berkenalan dengan panitia penerimaan, termasuk di antaranya adalah orang yang bekerja untuk proyek Gaia dan kenal dengan Anthony.

Presentasi berjalan dengan baik. Karena saya presentasi di hadapan ahli astronomi maka saya tidak perlu menjelaskan konsep-konsep dasar astronomi sebagaimana saya presentasi di Nikhef. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya kemudian melebar ke mana-mana, antara lain ke proyek thesis saya yang pada saat itu masih setengah jadi. Kemudian ada beberapa pertanyaan yang sifatnya nge-tes. Lalu ada diskusi soal dana. Setelah semua puas menginterogasi saya, saya dipersilakan pergi. Dalam perjalanan pulang ada orang yang menanyakan arah. Saya jawab sekenanya. Belum jadi orang Paris saya sudah ditanya macam-macam. Untung saya tahu arah.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, saya bertemu dengan calon pembimbing saya. Kami lalu berdiskusi tentang proyek penelitian yang akan kami kerjakan. Lalu ada pembicaraan soal dana, nampaknya dia optimis bahwa saya akan mendapat dana dari pemerintah. Dia menjelaskan bahwa setelah Sarkozy menjadi Presiden Perancis, ada perubahan besar dalam sistem pendanaan penelitian ilmiah. CNRS (Centre national de la recherche scientifique, Pusat Nasional Penelitian Ilmiah, LIPI à la Perancis) telah dicopot fungsinya sebagai badan pendanaan dan peran tersebut digantikan oleh badan baru yang bernama ANR (Agence Nationale pour la Recherche, Agen Nasional untuk Penelitian). Karena masih dalam tahap transisi maka masih ada ketidakpastian soal dana penelitian. Hal kedua yang perlu saya ketahui adalah bahwa penelitian ini juga diajukan sebagai ujian bagi dia sendiri untuk memperoleh sertifikasi kemampuan membimbing penelitian (HDR atau Habilitation à diriger des recherches). Dengan demikian ada nama lain yang dicantumkan sebagai pembimbing, namun secara de facto bimbingan harian dia yang melakukan. Setelah agak siang kami lalu berpisah dan dia berjanji untuk mengirimkan bahan bacaan sebagai persiapan saya.

Saya pulang kembali ke Belanda dan melanjutkan penelitian thesis saya. Teman baik saya asal Perancis mengingatkan, bahwa Paris sangat baik untuk dikunjungi namun untuk ditinggali—apalagi selama paling tidak tiga tahun—mungkin kurang baik. Apalagi penelitian akan dilakukan di Meudon, di luar kota Paris. Untuk mencapai Observatorium Paris-Meudon, kita harus naik kereta dari Stasiun Montparnasse lalu jalan kaki menanjak bukit. Belum lagi kelakuan orang Paris yang suka aneh.

Kira-kira sebulan setelah presentasi saya di Paris, saya dihubungi kembali oleh panitia penerimaan. Saya memperoleh dana penelitian. Namun jumlahnya berapa tidak disebutkan dan e-mail saya yang menanyakan jumlahnya berapa tidak dijawab.

Pada akhirnya saya memilih untuk bekerja di Nikhef. Salah satu alasannya adalah karena saya ingin beralih topik, memulai topik yang sama sekali baru dan tidak saya pahami. Saya termotivasi oleh ucapan Gerard, bahwa mereka membutuhkan seseorang dengan latar belakang astronomi, dan bahwa orang yang dapat nilai enam untuk teori fisika kuantum rupanya masih mendapat tempat dalam sebuah eksperimen fisika. Inilah perbedaan utamanya. Topik yang ditawarkan Observatorium Paris adalah topik yang saya kuasai betul dan saya tahu apa yang saya ingin kerjakan, sementara di Nikhef adalah topik baru. Pada hari pertama saya di Nikhef saya bahkan tidak tahu apa yang akan saya kerjakan. Saya ingin belajar sesuatu yang tidak saya ketahui sebelumnya, sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan saya bisa pelajari, dan Maarten memberi kesempatan ini.

Selain alasan di atas—keinginan untuk memulai halaman baru—ada alasan lain sebenarnya yang tidak ingin saya katakan di sini. Saya hanya ceritakan hal ini kepada teman-teman terdekat saya.

Setelah kontrak ditandatangani dan saya duduk di meja saya di Nikhef pada hari pertama, saya menghubungi mantan calon profesor saya di Paris. Saya katakan bahwa saya menolak tawaran mereka dan memilih bekerja di Nikhef. Dia menjawab bahwa dia sedikit kecewa dengan keputusan saya namun dia mengucapkan selamat bekerja. Saya tidak tahu apakah dia tulus atau tidak.

Delapan bulan kemudian, di Leiden, saya berkenalan dengan seorang Austria yang bekerja di Observatorium Paris. Rupanya dia bekerja dengan orang Paris yang saya daftar tersebut. Saya ceritakan bahwa saya hampir bekerja dengannya namun saya tolak dan saya memilih untuk tetap bekerja di Belanda. Dia jawab, “LAH JADI KAMU ORANGNYA?” Rupanya semenjak awal, semenjak saya mendekati profesor tersebut, dia sudah bercerita kepada si Austria tentang antusiasme saya dan perkembangan-perkembangan yang terjadi, termasuk kekecewaannya ketika saya menolak tawarannya. Saya meminta kepada si Austria supaya tidak menceritakan pertemuan ini meskipun dia bercerita bahwa si Profesor sudah melupakan episode tersebut.

Teman saya yang pernah bekerja di Meudon selama beberapa waktu, yang mengetahui proses pendaftaran saya, pernah berkelakar bahwa penjaga gerbang Observatorium Paris-Meudon kini sudah dibekali perintah untuk menembak saya di tempat manakala saya mendekati situs Observatorium. Tentu saja ia berkelakar dan saya berharap ini bukan tipe mentalitas orang Perancis yang sakit hati.

Profesor keempat menghubungi saya kembali setelah saya bekerja kira-kira satu minggu di Nikhef. Rupanya dia tidak di kantor selama tiga bulan dan baru membaca surat saya, dan mengatakan bahwa dia tahun depan akan pensiun dan tidak bisa bertindak sebagai pembimbing thesis. Dia juga mengingatkan agar mengirimkan pendaftaran kepada École Doctorale dan tidak kepada dia pribadi (Saya rasa dia sudah terlalu lama tidak di kantor dan tidak mengikuti perkembangan yang terjadi). Tentu saja jawaban ini sudah tidak memiliki efek apa-apa lagi bagi saya karena saya duduk tenang di Nikhef, siap memulai pekerjaan baru.

Kini sudah dua tahun saya menjalani pilihan saya. Suka dan duka sudah saya lalui dan sejujurnya saya terkadang membayangkan apa yang mungkin akan saya lalui seandainya saya memutuskan untuk belajar di Paris. Proses pikir ini terjadi terutama apabila saya menemui kesulitan dalam riset. Saya kurang tahu apakah ini suatu bentuk penyesalan atau bukan. Saya tidak terlalu peduli dengan keberadaan penyesalan di kepala saya karena dalam hidup pilihan selalu ada dan keputusan selalu diambil, dan penyesalan adalah risiko yang hampir pasti terjadi. Saya pikir seseorang harus belajar hidup bersama-sama penyesalan-penyesalan yang ada dan menghadapinya.

Update 8 September 2010
Tulisan ini adalah bagian ketiga dari sebuah trilogi yang saya namakan “Trilogi Pencarian PhD”:

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: