Besok tanggal 1 September, persis dua tahun lalu saya memulai studi PhD. Kebetulan 1 September 2008 jatuh pada hari Senin, jadi hari dan tanggalnya nyaman sekali untuk memulai pekerjaan baru. Pagi itu, sekitar pukul 9.30 saya tiba di Nikhef, kantor saya untuk (mudah-mudahan) empat tahun ke depan. Saya masuk ke kantor Maarten, bos dan promotor PhD saya. Maarten menyalami saya, membawa saya ke ruang kantor saya yang baru, dan mengajak saya turun ke bawah menuju ruang teknisi untuk memperoleh kunci ruangan. Saya resmi menjadi pegawai Nikhef.
Kami lalu berdiskusi mengenai apa yang akan saya kerjakan dengan detektor ANTARES. Walaupun ANTARES adalah detektor neutrino, Maarten rupanya tertarik untuk memanfaatkan ANTARES sebagai detektor photon energi tinggi. Saya diarahkan untuk meneliti kemungkinan-kemungkinan ini dan mengeksplorasi pertanyaan apakah ANTARES dapat digunakan untuk mengamati muon yang dihasilkan dari interaksi photon energi tinggi dengan atmosfer Bumi.
Kini sudah dua tahun berlalu dan pekerjaan itu masih berlangsung, saya sedang mempersiapkan sebuah makalah yang mudah-mudahan bisa dipublikasi lebih jauh dari hanya sekadar catatan internal.
Proyek ANTARES adalah proyek kolaborasi tujuh negara, beranggotakan 150 fisikawan, insinyur, teknisi, dan ahli biologi laut. Hampir semua yang saya kenal adalah ahli fisika nuklir dan hanya sedikit ahli astronomi, i.e. orang dengan latar belakang pendidikan formal astronomi. Sedikit banyak saya mulai menjalani kehidupan sebagai fisikawan nuklir ketimbang astronom. Mulai dari yang kecil-kecil: Saya mulai coding dengan C++ dan tidak lagi dengan Fortran sebagaimana astronom kolot pada umumnya bekerja (walaupun saya dengar banyak astronom kini bekerja dengan C namun bukan C++), saya mulai menggunakan Root walaupun saya menganggap Root adalah akar segala kejahatan, saya mulai terbiasa dengan makalah terbitan kolaborasi di mana nama saya tenggelam di antara jutaan nama-nama lainnya, dan saya terdaftar sebagai user di CERN. Hal-hal yang besar juga saya hadapi: Saya harus buka kembali semua ingatan saya mengenai elektrodinamika dan fisika kuantum, saya mulai mencoba memahami bagaimana menghitung penampang silang (cross section) sebuah reaksi nuklir, dan menerima kenyataan bahwa sebagian besar teman-teman saya kini adalah ahli fisika. Namun demikian, saya tetap berusaha mempertahankan identitas saya sebagai astronom, juga dimulai dari hal-hal yang kecil: Saya tetap membuat grafik dengan IDL, saya tetap menggunakan istilah “jarak zenith” (zenith distance) dan bukan “sudut zenith” (zenith angle), dan secara berkala saya tetap membacai abstrak di astro-ph dan mencetak makalah-makalah yang dulunya pernah menjadi topik penelitian saya. Manakala ada waktu saya juga mengunjungi Observatorium Leiden dan bertemu kawan-kawan lama yang masih bekerja di sana, meskipun lalu-lintas datang-perginya orang di Observatorium Leiden membuat Observatorium Leiden kini bukan lagi Observatorium Leiden yang saya kenal.
Kini, setengah bagian dari jurnal-junal yang saya baca adalah jurnal fisika (sebagian besar dari Physical Review D namun ada juga dari Physical Review Letters) dan sisanya adalah jurnal-jurnal astronomi yang biasa saya baca sebelumnya namun bacaan saya kini terfokus pada astrofisika energi tinggi.
Saya perlu meng-update sedikit tentang apa yang terjadi dua tahun lalu ketika saya menghadapi “jebakan Batman” sang Profesor pada bulan Mei dua tahun lalu. Profesor tersebut, Maarten de Jong, kini adalah promotor dan bos saya. Oke jadi akhir dari cerita ini sudah kita ketahui bersama dan sidang pembaca boleh pulang 😀 Tapi bagi yang tertarik mengetahui prosesnya boleh terus membaca.
Kedatangan saya ke Nikhef akhirnya ditetapkan pada tanggal 22 Mei 2008, pukul 10 pagi. Saya ingat betul hari itu karena pada sore harinya saya nonton premiere Indiana Jones IV. Karena saya dijebak disuruh presentasi, saya layani dengan menyajikan hasil penelitian kecil saya bersama Anthony dan Yuri mengenai skema pencarian Bintang Hipercepat. Saya tidak terlalu ingat siapa-siapa saja yang hadir, tapi yang pasti ada Maarten dan Gerard van der Steenhoven, ahli fisika partikel yang pada saat itu masih menjabat sebagai ketua program Fisika Astropartikel di Nikhef (Beberapa bulan kemudian, sebelum saya mulai bekerja, Gerard diangkat sebagai Dekan Fakultas Sains dan Teknologi di Universitas Twente, Enschede).
Presentasi saya berjalan dengan baik sekali. Saya sendiri cukup menikmati, tidak tegang, dan agak bersemangat serta antusias. Barangkali karena saya menghadapi penonton yang non-spesialis, i.e. bukan astronom, sehingga sesekali saya harus berhenti untuk menjelaskan istilah-istilah dasar dalam astronomi misalnya konsep gerak diri dan Diagram Hertzsprung-Russell. Pada presentasi di hadapan astronom, saya tidak perlu menjelaskan hal ini, namun di hadapan fisikawan saya merasa perlu untuk menjelaskan konsep-konsep mendasar ini. Proses menjelaskan ini membuat saya lebih percaya diri karena saya jadi merasa lebih pintar sedikit, hehehehe…
Saya juga memperoleh pertanyaan-pertanyaan non-spesialis yang umum-umum saja, dan pertanyaan-pertanyaan ini lebih menarik dari pertanyaan-pertanyaan ahli astronomi karena sifatnya yang naif. Pertanyaan naif seringkali lebih menantang dan mendalam karena yang bertanya masih bebas-nilai dan belum terbelenggu oleh pemahaman-pemahaman yang menghambat dia untuk bertanya.
Kurang lebih 40 menit saya presentasi, disusul oleh 20 menit lagi tanya jawab, selanjutnya saya diajak makan siang bersama kelompok Antares. Maarten membayari saya makan siang dan pada saat makan dia bertanya apakah saya bisa main sepak bola, karena Tim Antares sedang mencari personil tambahan. Saya bilang saya tidak bisa main sepak bola dan berkata bahwa mudah-mudahan ini tidak mempengaruhi proses penerimaan saya.
Saya lalu berkenalan dengan anggota kelompok Antares yang lain. Perlahan-lahan saya mengorek etos kerja di Nikhef, antara lain apakah saya dapat kunci kantor yang memungkinkan saya keluar-masuk Nikhef kapan saja saya mau (sebagaimana di Observatorium), dapatkah saya pulang malam semau saya (sebagaimana di Observatorium), bisakah saya tidur di kantor kalau saya merasa perlu (sebagaimana di Observatorium). Saya juga bertanya bagaimana rasanya bekerja dengan Maarten, dan alat-alat apa saja yang digunakan di sini, i.e. coding pakai apa dan alat analisisnya apa.
Saya lalu bicara dengan Gerard dan dia menjelaskan mengapa mereka tertarik pada saya, “Kamu punya latar belakang astronomi dan Antares adalah eksperimen astronomi. Kami semua di sini adalah ahli-ahli fisika, pengetahuan astronomi kamu akan menjadi unik di sini.” Mendengar hal ini saya termotivasi untuk mencoba mengerjakan penelitian di Nikhef. Saya jelaskan ganjalan saya bekerja di sebuah insitut fisika nuklir, yaitu bahwa saya kurang ahli fisika apalagi fisika partikel. Saya jelaskan bahwa Teori Kuantum saya dapat nilai enam dan itupun setelah mengulang tiga kali ditambah tugas tambahan, namun Gerard berkata, “itu mah teori. Kita ini orang eksperimen. Kalau kamu gak ngerti teori, pergi ke lorong sana dan tanya ahli-ahli teori,” seraya menunjuk selasar tempat kerja ahli-ahli fisika teori Nikhef. Saya terkaget-kaget mendengar jawaban Gerard atas pengakuan saya, ternyata orang yang dodol dalam fisika kuantum masih punya tempat dalam sebuah eksperimen fisika.
Saya kembali menemui Maarten lalu kami turun untuk minum kopi, di tangga ia berkata, “I’ll make you an offer you can’t refuse.” Di bawah, di kebun tengah Nikhef, kami menyeruput kopi dan dia berkata, “I’ve made up my mind. You can work with us.” Pagi saya presentasi, pukul tiga sore saya sudah diterima bekerja. Wow, saya tidak menyangka bakal diterima secepat ini. Maarten rupanya paham dan dia bilang supaya saya berpikir masak-masak namun jangan terlalu lama.
Saya perlu memikirkan ini karena sebenarnya prioritas saya adalah mengambil PhD di Observatorium Paris dan berkas-berkas pendaftaran yang diminta sudah saya kirim ke Paris, saya hanya tinggal menunggu jawaban saja dan sambil menunggu saya iseng-iseng mendaftar ke Nikhef. Mana sangka aksi iseng-iseng saya berbuah penerimaan, hasilnya lebih cepat pulak! Belum lagi orang Paris memutuskan untuk mengundang saya wawancara, Nikhef sudah mewawancara dan pada hari yang sama langsung menerima saya.
Saya bimbang antara menerima tawaran PhD ini atau menunggu jawaban dari Paris. Iseng-iseng saya pergi ke Institut Anton Pannekoek (API) yang pada waktu itu masih satu gedung dengan Nikhef (semenjak Januari 2009 API sudah pindah ke gedung baru di seberang Nikhef) dan menemui Simon Portegies Zwart yang pada waktu itu masih bekerja di API (sekarang Simon menjadi profesor di Observatorium Leiden). Saya ceritakan kepadanya persoalan saya yang bimbang antara menyetujui tawaran bekerja di Nikhef atau menunggu jawaban dari Paris. Simon mendorong saya untuk bekerja di Nikhef. “Nikhef tu bagus, institut terkenal, penelitiannya bagus-bagus, orang-orangnya cerdas-cerdas. Memangnya apa sih yang bagus dari Perancis? Paling wine-nya doang yang enak dan itupun kebanyakan mereka ekspor semua,” kata Simon. Saya tertawa saja mendengar saran Simon ini, dan berjanji untuk mempertimbangkan sarannya baik-baik.
Akhirnya saya kembali ke Nikhef dan pamit kepada Maarten, seraya berjanji untuk memikirkan tawarannya dan memberikan kabar secepat mungkin. Saya lalu pergi ke kota (Nikhef terletak agak ke pinggir kota Amsterdam) untuk menonton Indiana Jones IV di Bioskop Tuschinski, dan kembali saya dikecewakan oleh George Lucas.
Indiana Jones IV can sucks my balls.
(Sidang pembaca bisa menyimpulkan semenjak awal kisah ini dimulai, bahwa sebenarnya saya menerima tawaran Maarten untuk bekerja di Nikhef. Observatorium Paris sebenarnya mengirim jawaban, saya akan ceritakan hal itu di lain kesempatan)
Update 8 September 2010
Tulisan ini adalah bagian kedua dari sebuah trilogi yang saya namakan “Trilogi Pencarian PhD”:
- Jebakan Batman
- Dua tahun lalu saya mulai studi doktoral
- Saya dan Observatorium Paris