Sebuah photon: partikel tak bermassa yang membawa energi. Wujud energi tersebut adalah radiasi elektromagnetik, dan besarnya energi tersebut tergantung pada panjang gelombang dari radiasi elektromagnetiknya. Panjang gelombang pendek sekali, misalnya sinar gamma, energinya teramat tinggi. Lebih panjang lagi, sinar-x, energinya lumayan tinggi. Dan seterusnya. Photon tercipta melalui berbagai fenomena, baik yang luar biasa maupun yang sehari-hari: melalui penciptaan alam semesta sendiri, melalui reaksi nuklir dalam inti bintang, dari hamburan elektron dalam tabung fluoresen yang menghasilkan cahaya lampu neon, dari pijaran kawat tungsten dalam bohlam lampu, dan seterusnya. Photon juga bisa hancur karena diserap elektron, untuk kemudian diciptakan melalui proses radiasi lainnya.
Sekarang mari bayangkan sesuatu yang luar biasa. Di dalam inti setiap bintang terjadi reaksi nuklir yang menggabungkan dua atom hidrogen menjadi satu atom helium, dan photon. Peristiwa yang sama juga terjadi di dalam Matahari kita, seratus lima puluh juta kilometer jauhnya dari permukaan Bumi kita. Trilyunan photon dihasilkan setiap detiknya di dalam inti matahari, merambat melalui badan matahari menuju permukaannya. Karena matahari begitu padatnya, begitu banyak atom termampatkan dalam volume kecil, maka perjalanan sebuah photon tidaklah mudah karena begitu banyak atom yang menghalangi jalannya. Bila sebuah photon menabrak sebuah atom, maka photon tersebut akan diserap dan dilontarkan kembali ke sembarang arah. Jarak dari inti matahari menuju permukaan matahari kurang lebih 700 ribu kilometer, sementara setiap sepersekian detik sebuah photon sudah menabrak sebuah atom dan kembali dilontarkan. Begitu seterusnya proses karambol kosmik ini berjalan sampai photon tersebut mencapai permukaan Matahari, 700 ribu kilometer dari tempat ia dilahirkan, sebuah perjalanan panjang yang dapat menempuh ratusan ribu tahun!
Begitu mencapai permukaan matahari, photon tersebut dapat melenggang dengan santai karena ruang hampa antara permukaan Matahari hingga permukaan Bumi relatif kosong, 150 juta km ditempuh dengan kecepatan cahaya hanya dalam waktu 8 menit. Photon tersebut kemudian mencapai atmosfer Bumi, terhamburkan sedikit oleh partikel-partikel dalam atmosfer kita, menumbuk benda-benda yang dilewatinya, dan akhirnya mencapai mata kita. Di dalam mata kita, photon tersebut mengaktifkan sel-sel saraf mata yang kemudian mengirimkan sinyal-sinyal elektronik ke otak kita, memberi tahu kita akan apa yang kita lihat.
Begitulah caranya kita melihat, mengapa ada penghubung antara otak kita dengan dunia luar: melalui photon. Begitulah kenapa ada warna dalam hidup kita, karena photon-photon tersebut memiliki energi yang berbeda-beda yang kemudian ditangkap oleh mata kita sebagai warna. Photon dengan energi tinggi, warnanya lebih biru daripada photon energi rendah. Begitulah kenapa krim penolak sinar Ultraviolet (UV) dipakai kalau kita ingin berjemur di bawah terik matahari, karena photon-photon yang membawa energi UV memiliki energi yang amat tinggi, bila bertumbukan dengan sel-sel tubuh kita, dapat terjadi mutasi yang berisiko menyebabkan kanker.
Tidak semua photon dapat ditangkap oleh mata kita. Photon-photon sinar gamma, photon-photon sinar-x tidak dapat ditangkap mata. Begitu juga dengan photon inframerah ataupun photon gelombang mikro microwave maupun photon gelombang radio. Mata kita hanya peka pada daerah rentang energi tertentu yang kita beri nama dengan begitu antroposentrisnya sebagai daerah visual, “sebuah rentang daerah panjang gelombang/energi/frekuensi di mana mata kita peka terhadapnya.” Photon-photon dari daerah ini kita namakan sebagai “cahaya tampak.”
Bagaimana bila seandainya mata kita memiliki kepekaan pada daerah lain? Tentu dunia kita akan begitu lain. Bila kita dapat melihat sinar gamma, maka langit siang hari akan begitu gelapnya, karena di alam ini tidak begitu banyak ditemukan photon dengan energi yang demikian tinggi. Bila kita dapat melihat sinar inframerah, maka tubuh manusia akan bersinar terang karena inframerah adalah tanda-tanda adanya sumber panas.
Namun siapakah yang dapat melihat demikian? Tiada seorangpun. Dan tahukah photon panjang gelombang mana yang paling banyak memancar dari matahari? Jawabnya adalah photon-photon dalam daerah rentang panjang gelombang visual! Apakah ini kebetulan? Ahli-ahli biologi punya jawaban: proses evolusi membuat posisi sebuah individu di alam lebih menguntungkan bila ia dapat menangkap photon sebanyak-banyaknya. Oleh karena photon terbanyak ada dalam rentang daerah visual, maka makhluk hidup yang peka pada daerah ini akan diuntungkan. Tumbuhan berwarna hijau juga karena alasan ini. Proses fotosintesis, pengubahan photon menjadi energi kimia yang menghidupi tumbuhan, akan lebih produktif bila dapat menangkap lebih banyak photon. Hewan-hewan yang hidup di malam hari seringkali punya pandangan dalam rentang panjang gelombang yang berbeda dengan mata kita. Beberapa jenis ular, misalnya, peka terhadap inframerah.
Tidak semua bintang seperti Matahari. Photon terbanyak yang dipancarkan bintang-bintang lain dapat berasal dari panjang gelombang lain. Ahli-ahli biologi punya dugaan: bila ada planet lain mirip Bumi yang mengorbit bintang lain yang warnanya berbeda dengan Bumi, maka warna tanaman di planet tersebut tidak hijau. Bisa biru, merah, bahkan hitam.
Begitulah langit kita, bermandikan photon dari segala arah, dengan segala energi. Photon dari matahari kita, photon yang memantul dari permukaan planet lain dan kembali ke Bumi, photon yang dibangkitkan di dalam inti bintang-bintang lain di luar tata surya kita, photon yang dibangkitkan melalui proses-proses mahadahsyat di dalam pusat galaksi-galaksi aktif di luar Galaksi kita, dan bahkan photon yang berasal dari maha penciptaan itu sendiri: photon dari big bang.
Photon tidak bermassa, namun karena ia membawa informasi mengenai fenomena elektromagnetik yang terjadi pada saat dia dihasilkan (dan juga mengenai fenomena-fenomena yang terjadi dalam perjalanannya kemari), maka perannya dalam astronomi sangatlah penting. Instrumen-instrumen astronomi yang dibangun oleh konsorsium beranggotakan ratusan astronomi, dengan dana besar yang dapat menelan APBN sebuah negara berkembang, adalah demi tugas ini: menangkap lebih banyak photon.
Setiap detik kita bermandikan photon dari luar angkasa. Pada tahun 1924, astronom besar dan pencari dana George Ellery Hale menulis, “cahaya bintang jatuh menimpa seluruh inci permukaan Bumi, dan yang terbaik yang bisa kita lakukan hanyalah menampung berkas sinar tersebut dalam permukaan dengan diameter 100 inci.” Kepiawaian George mencari sponsor dari pengusaha-pengusaha kakap pada jamannya kemudian memungkinkan dibangunnya teleskop-teleskop terbesar yang pernah dibangun manusia pada zamannya.
Menangkap photon dari bintang-bintang terjauh punya tantangan yang luar biasa besar, begitu juga tantangan untuk menangkap photon dari galaksi lain atau photon dari big bang, sebuah usaha yang memakan begitu banyak waktu, tenaga, dan uang. Tapi toh manusia tetap melakukannya. Apakah semua ini demi tetap menjaga segelintir astronom tetap punya lapangan pekerjaan? Mungkin juga. Tapi toh dengan demikian rasa ingin tahu manusia tentang apa dan bagaimana alam ini bekerja jadi terpuaskan.